Ini cerpen yang kutulis pas kelas XI dulu. Waktu itu lagi jaman- jamannya parodian di kelasku tercinta, FEST (Fams Eleven Science Two). Jujur, setelah cerpennya selesai dan kubaca sendiri, I laugh soo many times. Nggak nyangka aku bisa ngebanyol kayak gini. Haha *muji diri sendiri. Happy reading :D
Loudspeaker dan Si Kriwul
“Sebel deh, selalu aja dijodoh- jodohin
gitu,” ungkap Hazrina di suatu hari dengan suara loudspeaker-nya pada teman
setianya, semut merah yang berbaris di dinding.
“Iya kalo dijodoh- jodohin sama
cowok ganteng gitu. Nah ini, malah dijodohin sama mie goreng berjalan” ujarnya
lagi, kali ini sambil memilin- milin rambutnya yang aduhai bak model shampoo
tikus.
Well, ratapan Hazrina ini bukannya tanpa sebab. Ini semua dikarenakan
dia selalu dipasang- pasangkan dengan Deni “Denok” Aktifianto oleh teman- teman
sekelasnya di IPA 2. Kenapa mereka bertingkah seperti itu? Saya juga nggak tau.
Tanyakan saja sama rumput yang bergoyang.
“Woy Haz, ngelamun aja!” tegur
seorang teman Hazrina.
“Eh Tika, siapa yang ngelamun?”
“Aah, ngaku aja. Lagi ngelamun
‘kan? Ngelamunin Denok ‘kan? Aku tau belangmu!”
“Yee! Apaan!”
Meskipun mati- matian mengelak,
namun entah kenapa hati Hazrina berkata lain. Ia mulai merasakan getaran-
getaran hati saat bayangan Denok melintas di benaknya. Ia juga seringkali
merasa salting saat tanpa sengaja bertatapan mata dengan Denok. Apalagi kalau
sudah mendengar suaranya yang semerdu burung gagak kena radang tenggorokan.
Sejak
saat itulah, Hazrina mulai sadar kalo sesuatu
yang dirasakannya adalah cinta. Ya, cinta. Terdiri dari huruf c, i, n,
t, dan a. Jadilah cinta. Perasaan berbunga- bunga yang membuat si pemilik rela
melakukan apa saja demi sang pujaan hati. *hoek*
Makin hari, apa yang dirasakan Hazrina
makin menjadi- jadi. Sampai- sampai saat menerima SMS dari Denok yang cuma
berisi kata ‘ya’ atau ‘tidak’, akselerasi jantungnya meningkat 2 kali lipat.
Wow! Amazing!
Suatu hari, Hazrina memberanikan
diri untuk bertanya pada Denok. Dengan berbekal nyali seupil, Hazrina pun maju
ke medan tempur.
“Ehm” Hazrina berdehem pelan
untuk menarik perhatian Denok yang sedang asyik bermain Bekel dengan Laga,
Kubaw, Alif, Elza, dkk. “Nok, aku mau nanya bentar bisa nggak?”
“Aah, apaan seh? Lagi asyik nih!
Ngeganggu aja!” ujar Denok sambil tak lepas memandangi Laga yang sedang
mendapat giliran main. Kenapa? Soalnya Laga suka main curang.
Mendengar itu, Hazrina merasa
maklum dan berkata,”Ya udah, ntar aja deh. Semangat ya Nok mainnya!”
“Ciyee! Denok sama Hazrina ee!” seru
anak- anak sekelas pada Hazrina dan Denok.
Sontak hal ini membuat wajah
Hazrina merona, layaknya bintang Pond’s Whitening abis ketabrak bemo. Ia pun
segera pergi dari TKP dan memilih duduk di bangkunya. Untuk mengalihkan
perhatiannya agar tidak terpaku pada Denok seorang, ia pun memutuskan untuk
belajar fisika. Mencoba mengukur elastisitas kolor boxernya, dengan memakai
rumus yang sudah diajarkan Bu Guru tercinta.
“Waktu istirahat akan berakhir
dalam lima menit. The break time will be
ended in 5 minutes” Suara nggatel bu
ida dari speaker yang menandakan waktu istirahat akan berakhir pun berbunyi.
Mendengar suara tersebut, beberapa murid sudah duduk di bangku masing- masing.
Sedang yang lain masih sibuk dengan kegiatan masing- masing, seperti nyontek
PR, main bekel, SMS pacar, serta ngitung utang.
Beberapa
saat kemudian, bel masuk pun berbunyi. Dan seorang guru PPL masuk ke kelas dan
meminta murid- murid untuk duduk di bangku masing- masing.
“Perhatian!”
Guru PPL itu mengetuk- ngetuk meja guru sambil berbicara, “Saat ini, Bu Khomar nggak bisa datang karena
terserang bisul gede di pantat. Nah kalian diberi tugas untuk menulis surat Al-
Baqarah dan dikumpulkan di ketua kelas. Jangan ada yang keluar kelas ya,”
ujarnya sambil berlalu pergi ke kantin.
“What?
Al- Baqarah?! Gile lo?!” Ucap Afif maho dengan gaya alaynya.
“Aduh
bo’! Capek deh eke!” Ujar Olga.
Dengan nggak rela, hampir semua
murid kelad IPA 2 berusaha menyelesaikan tugas mulia itu. Tak jarang terdengar umpatan- umpatan dari
beberapa di antara mereka. Baru beberapa menit berlalu, mereka sudah terserang
badai frustrasi level dewo. Akhirnya mereka sepakat untuk mengabaikan tugas
dari guru yang bersangkutan. Tapi, meski begitu, ada beberapa anak alim yang
masih bersikukuh mengerjakannya, diantaranya Robiatul sang Ustadzah, Lia sang
Cendekiawan, dan Peni sang Filsuf. Mereka bertiga mengerjakan tugas tersebut
dengan kenggetuan tiada banding. Akhirnya tugas mereka selesai, dan tangan
mereka melebur menjadi abu karena terlalu memforsir kerja otot tangan.
Hazrina melihat kegiatan teman-
temannya tersebut. Ia kagum akan kegigihan tiga sekawan Robi, Peni, Lia. Ia
juga kagum terhadap kekerenan Dewi Fatmawati. Tapi ia lebih kagum lagi pada Denok
yang sedang membaca buku dan mengabaikan tugas.
“Astaganagabonarjadiduaaa! Denok
cakep bangeet”ujar Hazrina dalam hati.
Ia terus memandangi Denok. Dan
tanpa sadar, ia sudah duduk di dekat si Denok. Hazrina pun memutuskan untuk
mengutarakan pertanyaannya yang tertunda tadi.
“ehm, Nok” sapa Hazrina.
Denok pun mendongak dari buku bacaannya,
Beternak Kutu Secara Prakis dan Efisien,”Apa Haz?”
“Aku boleh nanya nggak?” tanya
Hazrina dengan gaya malu- malu kambing.
“Nanya apa?”
“Emmm… Tipe cewek kamu kayak
gimana se?”
Denok terkejut dengan pertanyaan
Hazrina yang tiba- tiba.Ia nggak menyangka kenapa Hazrina bisa menanyakan hal
seperti itu. Selain itu, ia bingung ingin menjawab apa.
Denok pun menutup buku bacaannya
dan menatap Hazrina,”Kok tiba- tiba nanya kayak gini? Ada apa Haz?”
Mendapat tatapan maut dari Denok,
kerja syaraf Hazrina pun nggak berjalan
dengan semestinya. Ia jadi sulit berbicara dan terkena gejala paralisis. “Em…
I- itu c- cuma ma- mau Tanya aja”
“Ooh. Yaa gimana ya. Tipe cewek?
Hm… Mungkin yang kayak AyuTing- Ting. Atau Jupe mungkin.”
Oh gitu…” Hazrina yang merasa nggak
masuk kriteria pun cuma bisa diam dan meratapi nasib.
Ia pun
kembali ke bangkunya dan mulai mengerjakan tugasnya yang terbengkalai.
Meninggalkan Denok dalam kebingungan.
Di rumah, Hazrina mulai merasakan
sesuatu yang disebut kaum homo sebagai
‘galau’. Ia merasa galau soalnya dirinya nggak memenuhi kriteria cewek impian
Denok. Saking frustasinya, Hazrina sampai ngejedot- jedotin kepala ke tembok
tetangga.
Gimana caranya buat jadi kayak Ayu Ting- Ting? Apa aku harus suntik
silikon? Oprasi plastik? Tapi kresek mana yang mau aku buat oprasi plastik?
Duuuh galau deh!ujar Hazrina dalam hati, sambil menggenjreng gitar Yamaha-
nya, memainkan lagu bergenre galau milik Metallica yang berjudul cintaku
dimutilasi. (Ono gak se?)
Yah seperti kata Mbah Gondok,
cinta bisa membuat kita nggak pede mengenai diri kita sendiri. Begitulah
kondisi Hazrina saat ini. Ia merasa nggak sebanding untuk bersanding dengan si
Kriwul Denok.
“Harus mulai dari mana PDKT nyaa?
Aaah!” gerutu Hazrina, lagi- lagi pada dirinya sendiri.
Akhirnya ia memutuskan untuk
mengirim SMS pada sang pujaan tai, eh hati ding.
Begini nih isi SMS si Haz:
DeNoOk!!
LaGhIe3 ApPha Ni3?
Setelah menunggu sampai jamuran,
akhirnya SMS dari Denok muncul juga. Dan isinya begini bung:
.MaI3Nd
Game Nie33…
.KamHO3?
Dan akhirnya para alayers di atas
SMSan sampai jam 2 malem. Dan saat itulah mereka baru sadar kalo jemari mereka
pada protol kayak orang kena kolera. Tapi walau begitu, Hazrina nggak peduli.
‘Yang penting bisa ngobrol sama Denok’ sudah menjadi motto hidupnya.
Makin
hari mereka makin dekat, baik di sekolah maupun di SMS, facebook, dan di kebon
binatang. Lama kelamaan Denok juga memiliki rasa yang sama terhadap Hazrina.
Tapi itu semua berakhir saat Negara api menyerang. Denok pun bermigrasi ke
Madagaskar untuk menjadi petani pisang. Hazrina pun patah hati. Dirinya hancur
berkeping- keping.
Siang
malam Hazrina menangisi kepergian Denok yang tiba- tiba. Dan karena saking
stressnya, ia melampiaskannya dengan belajar siang malam. Mengutak atik
integral, rumus molekul dan segala hal nggatel lain.
Hari berganti hari, dan tahun pun
berganti. Tak terasa sudah kelas XII. Hazrina berhasil melalui UNAS dengan lancar
dan member hasil yang memuaskan, nilai perfect bung! 60,00. Namun, ia tetap
saja tak merasa senang karena ia hanya ingin Denok kembali, agar Hazrina bisa
menyatakan cintanya.
Tingkat
ke-stress-an Hazrina terus bertambah hingga akhrinya ia tak tahu jalan mana
yang benar. Selepas dari SMA ia malah mengambil jurusan akuntansi. Dan ia lulus
dengan IP yang memuaskan pula. Namun seperti sebelumnya, ia tak merasa senang
karena yang diinginkannya cuma Denok.
Cuma Denok.
3
tahun kemudian, di Paris…
“Excuzes
moi, bisa tunjukkan jalan menuju Notre Damme?” tanya Hazrina pada seorang
lelaki berambut keriting di depannya.
Lelaki
itu pun menoleh. Dan pada detik berikutnya, Hazrina mengeluarkan jurus
andalannya. Loudspeaker ON!
“Denok?!
Ini Denok ‘kan?!” ucap Hazrina sambil berurai airmata, bergelimang ingus.
“Ha-
Hazrina?!”
“Denook!
Huwaa! Denook!”
Hazrina berlari dan memeluk
Denok, sambil memangis Bombay.
Setelah
merasa tenang, Hazrina mulai bercerita kenapa dia bisa ada di Paris. Ia pergi
kesini dengan misi memulai hidup baru dan melupakan Denok. Eeh nggak tanunya
nasib berkata lain.
“Lalu,
kok kamu bisa disini? Bukannya kamu di Madagaskar?” tanya Hazrina sambil
meminum coffee latte-nya di sebuah cafĂ© bernama “ The Paijo’s ”
“Bisnisku
hancur. Kebun pisangku dijarah gajah terbang. Jadinya aku migrasi kesini, buat
jadi chef master” jawab Denok seadanya, ia masih belum percaya bisa bertemu dengan
Hazrina. Ini keajaiban terindah, Bung!
“ooh
gitu,”
Lalu,
Denok memutuskan untuk mengungkapkan perasaanya yang selama ini dipendam rapat-
rapat pada Hazrima, “Ehm Haz..”
“Ya?”
“Emm…
Kamu tambah cantik ya. Rambutmu juga tambah panjang”
“Ah
masa’?” ujar Hazrina yang merasa nerpes sambil melihat pantulan dirinya di kaca
café tersebut.
Memang
benar banyak perubahan dalam dirinya. Ia jadi seseorang yang sangat berbeda
dengan dirinya waktu SMA. Kulitnya putih bersih indah berseri, matanya bling-
bling, wajahnya mulus, dan rambutnya indah terawat.
“Iya,
bener. Em… Haz?”
“Apa,
Nok?”
“Em…
gini, kamu tau kan kalo di Paris makanannya enak- enak?”
“Terus?”
“Sebenernya
sejak kelas XI dulu aku suka kamu.Kamu mau jadi pacarku nggak?”
Hazrina melongo. Ia nggak nyangka
kalau Denok yang menyatakan cinta padanya. Ia pun cuma bisa mengangguk.
Mereka cuma bertahan dengan status
pacaran selama 3 minggu. Dan setelahnya mereka menikah di Flores, serta menetap
disana. Mereka membesarkan tiga anak yang alim dan baik budinya. Anak pertama
bernama Adib Aulia Rahman, yang kedua bernama Sevrilla Syah M., serta yang
ketiga bernama Qaid Anwaruddin.
And like another story, this story
has a happy ending. They live happily ever after with their three children.
Jeng jeng jeng….