Kamis, 20 Juni 2013



Ini cerpen yang kutulis pas kelas XI dulu. Waktu itu lagi jaman- jamannya parodian di kelasku tercinta, FEST (Fams Eleven Science Two). Jujur, setelah cerpennya selesai dan kubaca sendiri, I laugh soo many times. Nggak nyangka aku bisa ngebanyol kayak gini. Haha *muji diri sendiri. Happy reading :D

Loudspeaker dan Si Kriwul
“Sebel deh, selalu aja dijodoh- jodohin gitu,” ungkap Hazrina di suatu hari dengan suara loudspeaker-nya pada teman setianya, semut merah yang berbaris di dinding.
“Iya kalo dijodoh- jodohin sama cowok ganteng gitu. Nah ini, malah dijodohin sama mie goreng berjalan” ujarnya lagi, kali ini sambil memilin- milin rambutnya yang aduhai bak model shampoo tikus.
Well, ratapan Hazrina ini bukannya tanpa sebab. Ini semua dikarenakan dia selalu dipasang- pasangkan dengan Deni “Denok” Aktifianto oleh teman- teman sekelasnya di IPA 2. Kenapa mereka bertingkah seperti itu? Saya juga nggak tau. Tanyakan saja sama rumput yang bergoyang.
“Woy Haz, ngelamun aja!” tegur seorang teman Hazrina.
“Eh  Tika, siapa yang ngelamun?”
“Aah, ngaku aja. Lagi ngelamun ‘kan? Ngelamunin Denok ‘kan? Aku tau belangmu!”
“Yee! Apaan!”
Meskipun mati- matian mengelak, namun entah kenapa hati Hazrina berkata lain. Ia mulai merasakan getaran- getaran hati saat bayangan Denok melintas di benaknya. Ia juga seringkali merasa salting saat tanpa sengaja bertatapan mata dengan Denok. Apalagi kalau sudah mendengar suaranya yang semerdu burung gagak kena radang tenggorokan.
Sejak saat itulah, Hazrina mulai sadar kalo sesuatu  yang dirasakannya adalah cinta. Ya, cinta. Terdiri dari huruf c, i, n, t, dan a. Jadilah cinta. Perasaan berbunga- bunga yang membuat si pemilik rela melakukan apa saja demi sang pujaan hati. *hoek*

Makin hari, apa yang dirasakan Hazrina makin menjadi- jadi. Sampai- sampai saat menerima SMS dari Denok yang cuma berisi kata ‘ya’ atau ‘tidak’, akselerasi jantungnya meningkat 2 kali lipat. Wow! Amazing!
Suatu hari, Hazrina memberanikan diri untuk bertanya pada Denok. Dengan berbekal nyali seupil, Hazrina pun maju ke medan tempur.
“Ehm” Hazrina berdehem pelan untuk menarik perhatian Denok yang sedang asyik bermain Bekel dengan Laga, Kubaw, Alif, Elza, dkk. “Nok, aku mau nanya bentar bisa nggak?”
“Aah, apaan seh? Lagi asyik nih! Ngeganggu aja!” ujar Denok sambil tak lepas memandangi Laga yang sedang mendapat giliran main. Kenapa? Soalnya Laga suka main curang.
Mendengar itu, Hazrina merasa maklum dan berkata,”Ya udah, ntar aja deh. Semangat ya Nok mainnya!”
“Ciyee! Denok sama Hazrina ee!” seru anak- anak sekelas pada Hazrina dan Denok.
Sontak hal ini membuat wajah Hazrina merona, layaknya bintang Pond’s Whitening abis ketabrak bemo. Ia pun segera pergi dari TKP dan memilih duduk di bangkunya. Untuk mengalihkan perhatiannya agar tidak terpaku pada Denok seorang, ia pun memutuskan untuk belajar fisika. Mencoba mengukur elastisitas kolor boxernya, dengan memakai rumus yang sudah diajarkan Bu Guru tercinta.
“Waktu istirahat akan berakhir dalam lima menit. The break time will be ended in 5 minutes  Suara nggatel bu ida dari speaker yang menandakan waktu istirahat akan berakhir pun berbunyi. Mendengar suara tersebut, beberapa murid sudah duduk di bangku masing- masing. Sedang yang lain masih sibuk dengan kegiatan masing- masing, seperti nyontek PR, main bekel, SMS pacar, serta ngitung utang.
                Beberapa saat kemudian, bel masuk pun berbunyi. Dan seorang guru PPL masuk ke kelas dan meminta murid- murid untuk duduk di bangku masing- masing.
                “Perhatian!” Guru PPL itu mengetuk- ngetuk meja guru sambil berbicara, “Saat  ini, Bu Khomar nggak bisa datang karena terserang bisul gede di pantat. Nah kalian diberi tugas untuk menulis surat Al- Baqarah dan dikumpulkan di ketua kelas. Jangan ada yang keluar kelas ya,” ujarnya sambil berlalu pergi ke kantin.
                “What? Al- Baqarah?! Gile lo?!” Ucap Afif maho dengan gaya alaynya.
                “Aduh bo’! Capek deh eke!” Ujar Olga.
Dengan nggak rela, hampir semua murid kelad IPA 2 berusaha menyelesaikan tugas mulia itu. Tak  jarang terdengar umpatan- umpatan dari beberapa di antara mereka. Baru beberapa menit berlalu, mereka sudah terserang badai frustrasi level dewo. Akhirnya mereka sepakat untuk mengabaikan tugas dari guru yang bersangkutan. Tapi, meski begitu, ada beberapa anak alim yang masih bersikukuh mengerjakannya, diantaranya Robiatul sang Ustadzah, Lia sang Cendekiawan, dan Peni sang Filsuf. Mereka bertiga mengerjakan tugas tersebut dengan kenggetuan tiada banding. Akhirnya tugas mereka selesai, dan tangan mereka melebur menjadi abu karena terlalu memforsir kerja otot tangan.
Hazrina melihat kegiatan teman- temannya tersebut. Ia kagum akan kegigihan tiga sekawan Robi, Peni, Lia. Ia juga kagum terhadap kekerenan Dewi Fatmawati. Tapi ia lebih kagum lagi pada Denok yang sedang membaca buku dan mengabaikan tugas.
Astaganagabonarjadiduaaa!  Denok cakep bangeet”ujar Hazrina dalam hati.
Ia terus memandangi Denok. Dan tanpa sadar, ia sudah duduk di dekat si Denok. Hazrina pun memutuskan untuk mengutarakan pertanyaannya yang tertunda tadi.
“ehm, Nok” sapa Hazrina.
Denok pun mendongak dari buku bacaannya, Beternak Kutu Secara Prakis dan Efisien,”Apa Haz?”
“Aku boleh nanya nggak?” tanya Hazrina dengan gaya malu- malu kambing.
“Nanya apa?”
“Emmm… Tipe cewek kamu kayak gimana se?”
Denok terkejut dengan pertanyaan Hazrina yang tiba- tiba.Ia nggak menyangka kenapa Hazrina bisa menanyakan hal seperti itu.  Selain itu, ia  bingung ingin menjawab apa.
Denok pun menutup buku bacaannya dan menatap Hazrina,”Kok tiba- tiba nanya kayak gini? Ada apa Haz?”
Mendapat tatapan maut dari Denok, kerja syaraf  Hazrina pun nggak berjalan dengan semestinya. Ia jadi sulit berbicara dan terkena gejala paralisis. “Em… I- itu c- cuma ma- mau Tanya aja”
“Ooh. Yaa gimana ya. Tipe cewek? Hm… Mungkin yang kayak AyuTing- Ting. Atau Jupe mungkin.”
Oh gitu…” Hazrina yang merasa nggak masuk kriteria pun cuma bisa diam dan meratapi nasib.
Ia pun kembali ke bangkunya dan mulai mengerjakan tugasnya yang terbengkalai. Meninggalkan Denok dalam kebingungan.

Di rumah, Hazrina mulai merasakan sesuatu  yang disebut kaum homo sebagai ‘galau’. Ia merasa galau soalnya dirinya nggak memenuhi kriteria cewek impian Denok. Saking frustasinya, Hazrina sampai ngejedot- jedotin kepala ke tembok tetangga.
Gimana caranya buat jadi kayak Ayu Ting- Ting? Apa aku harus suntik silikon? Oprasi plastik? Tapi kresek mana yang mau aku buat oprasi plastik? Duuuh galau deh!ujar Hazrina dalam hati, sambil menggenjreng gitar Yamaha- nya, memainkan lagu bergenre galau milik Metallica yang berjudul cintaku dimutilasi. (Ono gak se?)
Yah seperti kata Mbah Gondok, cinta bisa membuat kita nggak pede mengenai diri kita sendiri. Begitulah kondisi Hazrina saat ini. Ia merasa nggak sebanding untuk bersanding dengan si Kriwul Denok.
“Harus mulai dari mana PDKT nyaa? Aaah!” gerutu Hazrina, lagi- lagi pada dirinya sendiri.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengirim SMS pada sang pujaan tai, eh hati ding.
Begini nih isi SMS si Haz:
DeNoOk!! LaGhIe3 ApPha Ni3?
Setelah menunggu sampai jamuran, akhirnya SMS dari Denok muncul juga. Dan isinya begini bung:

.MaI3Nd Game Nie33…
.KamHO3?

Dan akhirnya para alayers di atas SMSan sampai jam 2 malem. Dan saat itulah mereka baru sadar kalo jemari mereka pada protol kayak orang kena kolera. Tapi walau begitu, Hazrina nggak peduli. ‘Yang penting bisa ngobrol sama Denok’ sudah menjadi motto hidupnya.

Makin hari mereka makin dekat, baik di sekolah maupun di SMS, facebook, dan di kebon binatang. Lama kelamaan Denok juga memiliki rasa yang sama terhadap Hazrina. Tapi itu semua berakhir saat Negara api menyerang. Denok pun bermigrasi ke Madagaskar untuk menjadi petani pisang. Hazrina pun patah hati. Dirinya hancur berkeping- keping.
Siang malam Hazrina menangisi kepergian Denok yang tiba- tiba. Dan karena saking stressnya, ia melampiaskannya dengan belajar siang malam. Mengutak atik integral, rumus molekul dan segala hal nggatel lain.
Hari berganti hari, dan tahun pun berganti. Tak terasa sudah kelas XII. Hazrina berhasil melalui UNAS dengan lancar dan member hasil yang memuaskan, nilai perfect bung! 60,00. Namun, ia tetap saja tak merasa senang karena ia hanya ingin Denok kembali, agar Hazrina bisa menyatakan cintanya.

Tingkat ke-stress-an Hazrina terus bertambah hingga akhrinya ia tak tahu jalan mana yang benar. Selepas dari SMA ia malah mengambil jurusan akuntansi. Dan ia lulus dengan IP yang memuaskan pula. Namun seperti sebelumnya, ia tak merasa senang karena yang diinginkannya cuma Denok.
Cuma Denok.
3 tahun kemudian, di Paris…
“Excuzes moi, bisa tunjukkan jalan menuju Notre Damme?” tanya Hazrina pada seorang lelaki berambut keriting di depannya.
Lelaki itu pun menoleh. Dan pada detik berikutnya, Hazrina mengeluarkan jurus andalannya. Loudspeaker ON!
“Denok?! Ini Denok ‘kan?!” ucap Hazrina sambil berurai airmata, bergelimang ingus.
“Ha- Hazrina?!”
“Denook! Huwaa! Denook!”
Hazrina berlari dan memeluk Denok, sambil memangis Bombay.

Setelah merasa tenang, Hazrina mulai bercerita kenapa dia bisa ada di Paris. Ia pergi kesini dengan misi memulai hidup baru dan melupakan Denok. Eeh nggak tanunya nasib berkata lain.
“Lalu, kok kamu bisa disini? Bukannya kamu di Madagaskar?” tanya Hazrina sambil meminum coffee latte-nya di sebuah café bernama “ The Paijo’s ”
“Bisnisku hancur. Kebun pisangku dijarah gajah terbang. Jadinya aku migrasi kesini, buat jadi chef master” jawab Denok seadanya, ia masih belum percaya bisa bertemu dengan Hazrina. Ini keajaiban terindah, Bung!
“ooh gitu,”
Lalu, Denok memutuskan untuk mengungkapkan perasaanya yang selama ini dipendam rapat- rapat pada Hazrima, “Ehm Haz..”
“Ya?”
“Emm… Kamu tambah cantik ya. Rambutmu juga tambah panjang”
“Ah masa’?” ujar Hazrina yang merasa nerpes sambil melihat pantulan dirinya di kaca café tersebut.
Memang benar banyak perubahan dalam dirinya. Ia jadi seseorang yang sangat berbeda dengan dirinya waktu SMA. Kulitnya putih bersih indah berseri, matanya bling- bling, wajahnya mulus, dan rambutnya indah terawat.
“Iya, bener. Em… Haz?”
“Apa, Nok?”
“Em… gini, kamu tau kan kalo di Paris makanannya enak- enak?”
“Terus?”
“Sebenernya sejak kelas XI dulu aku suka kamu.Kamu mau jadi pacarku nggak?”
            Hazrina melongo. Ia nggak nyangka kalau Denok yang menyatakan cinta padanya. Ia pun cuma bisa mengangguk.
            Mereka cuma bertahan dengan status pacaran selama 3 minggu. Dan setelahnya mereka menikah di Flores, serta menetap disana. Mereka membesarkan tiga anak yang alim dan baik budinya. Anak pertama bernama Adib Aulia Rahman, yang kedua bernama Sevrilla Syah M., serta yang ketiga bernama Qaid Anwaruddin.
            And like another story, this story has a happy ending. They live happily ever after with their three children. Jeng jeng jeng….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar